Hijab menurut syari’at
Hijab
menurut syari'at yaitu menutup semua bagian tubuh wanita yang haram untuk
ditampakkan.
Syaikh
Ibnu Utsaimin berpendapat bahwa hal yang paling utama adalah menutup wajah,
karena wajahlah penyebab fitnah, dan juga sebab munculnya keinginan. Maka wajib
bagi seorang wanita untuk menutup wajahnya dari orang-orang yang bukan
mahramnya.
Adapun
orang yang menganggap bahwasanya hijab secara syari'at itu adalah menutup
kepala, leher, kaki, betis, dan tangannya kemudian membolehkan wanita untuk memperlihatkan
wajahnya dan telapak tangannya. Sesungguhnya ini adalah anggapan yang paling aneh, karena sudah maklum bahwa
awal adanya ketertarikan dan munculnya fitnah adalah wajah. Bagaimana mungkin
dia berkata : Bahwasanya syari'at melarang wanita menampakkan kakinya dan
memperbolehkan menampakkan wajah ?! Ini tidak mungkin terjadi dalam syari'at
yang agung, yang penuh hikmah, dan suci dari hal-hal yang berlawanan.
Setiap
manusia pun mengetahui bahwa wajah yang terbuka itu lebih besar potensinya
untuk mendatangkan fitnah dibanding pada kaki yang terbuka. Semua manusia juga
tahu bahwa letak ketertarikan seorang lelaki terhadap wanita itu pada wajahnya.
Berdasarkan perkataan tadi, seandainya dikatakan kepada orang yang akan
meminang wanita : “sesungguhnya gadis pinanganmu wajahnya jelek, akan tetapi
kakinya indah, maka lelaki itu tidak akan langsung mendahulukannya”. Namun
seandainya dikatakan kepadanya : “Sesungguhnya wanita pinanganmu cantik
wajahnya, akan tetapi tangannya, telapak tangannya, kakinya, dan betisnya tidak
indah”. Maka sudah pasti lelaki itu lebih mendahulukan wanita ini. Dari sinilah
diketahui bahwa wajahlah yang paling utama untuk ditutup.
Banyak
terdapat dalil-dalil dari al-qur'an, hadist, perkataan sahabat, perkataan para
imam-imam islam, dan juga para ulama islam yang menunjukkan wajibnya seorang
wanita menutup seluruh anggota badannya dari pandangan lelaki yang bukan
mahramnya, termasuk menutup wajah juga.
Namun
banyak pula ulama berpendapat bahwa aurat wanita seluruh tubuh kecuali telapak
tangan dan wajah. Hal ini akan dibahas lebih lanjut disini.
Label: Beranda
Reaksi:
|
Jumat, 04 Mei 2012
Perbedaan pendapat mengenai aurat wanita
Para ulama memang berbeda dalam menetapkan batas aurat wanita. Yang
umumnya mengatakan seluruh tubuh kecuali wajah dan tapak tangan. Namun sebagian
ulama Al-Hanafiyah dan khususnya Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan bahwa
yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki. Kaki yang
dimaksud bukan dari pangkal paha tapi yang dalam bahasa arab disebut qodam,
yaitu dari tumit kaki ke bawah. Menurut beliau qadam bukan karena aurat karena
kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan.
Sehingga para wanita pengikut mazhab Al-Hanafiyah sudah merasa cukup shalat
dengan menggunakan rok panjang sebagai bawahan tanpa harus menutup bagian bawah
kakinya dan tanpa harus mengenakan kaos kaki.
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuhnya
kecuali wajah dan tapak tangan. Sehingga kaki tetap merupakan aurat yang tidak
boleh diperlihatkan kepada non mahram. Baik di dalam shalat mapun di luar
shalat.
Al-Malikiyah dalam kitab 'Asy-Syarhu As-Shaghir� atau sering
disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri
dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan
mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.
Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya 'al-Muhazzab', kitab
di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya
adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.
Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1 :
1-6, Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan
tapak tangannya di dalam shalat.
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah
seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam
Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak
tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat
wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara
lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini
sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.
Selain itu ada hadits Aisyah ra yang menetapkan batas aurat wanita :
Seorang wanita yang sudah haidh itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali
ini dan ini� Sambil beliau memegang wajar dan tapak
tangannya.
Memang ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa hadits Asma` binti Abu Bakar
dianggap dhaif, tapi tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan
melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga
ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut
sebagaimana tulisan beliau 'hijab wanita muslimah', 'Al-Irwa`, shahih Jamius
Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.
Sehingga para wanita pengikut mazhab Al-Hanafiyah sudah merasa cukup shalat dengan menggunakan rok panjang sebagai bawahan tanpa harus menutup bagian bawah kakinya dan tanpa harus mengenakan kaos kaki.
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan tapak tangan. Sehingga kaki tetap merupakan aurat yang tidak boleh diperlihatkan kepada non mahram. Baik di dalam shalat mapun di luar shalat.
Al-Malikiyah dalam kitab 'Asy-Syarhu As-Shaghir� atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.
Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya 'al-Muhazzab', kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.
Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1 : 1-6, Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat.
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.
Selain itu ada hadits Aisyah ra yang menetapkan batas aurat wanita :
Seorang wanita yang sudah haidh itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini� Sambil beliau memegang wajar dan tapak tangannya.
Memang ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa hadits Asma` binti Abu Bakar dianggap dhaif, tapi tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau 'hijab wanita muslimah', 'Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.
good
ReplyDeletelike
ReplyDeletekeren teman
ReplyDeletelanjutkan postingnya
ReplyDelete